Matahari

1. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
2. dan bulan apabila mengiringinya,
3. dan siang apabila menampakkannya,
4. dan malam apabila menutupinya
5. dan langit serta pembinaannya,
6. dan bumi serta penghamparannya,
7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
8. maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
9. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
10. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(matarhari 1-10)

Rabu, 28 April 2010

"Ik was er gevangen..!"





Aku tidak pernah meluangkan sedikit waktuku untuk meginteprestasikan sebuah hukum sosial, terlebih lagi penjara beserta isi dan sistimnya. Sekedar info yang aku tahu bahwa hotel Jeruji merupakan tempat penyimpanan “sampah masyarakat” yang di paksa atau terpaksa harus membayar satu kamar akibat ulahnya sendiri. Tidak banyak fasilitas yang mereka dapatkan, hanya tikar sebagai alas tidur, Only that, tidak ada kasur, bantal, apalagi AC. Hotel Jeruji ini ternyata mampu menampung kurang dari 10 orang dalam satu kamarnya. waaw..!


Jelas..., ini merupakan kondisi yang sangat tidak nyaman. Seharusnya satu kamar penjara idealnya hanya dihuni oleh tiga sampai lima orang saja. Tetapi jangan salah, ternyata kekuasaan terbesar di penjara bukanlah pada kepala petugas, melainkan pada hepeng, artos, doek, piti, duit, uang, geld, money.. (sama aja artinya..hehe..) Bahkan bukan tidak mungkin jika uang yang membuat hukum itu sendiri. Siapa kaya, dia berkuasa dan dapat menikmati fasilitas lebih.


“ Tidak adil...!” Itu respon ketika aku berdiskusi dengan fikiranku tentang sebuah sistim hukum sosial. Alasan ini pula yang membuatku memutuskan untuk mengambil jurusan hukum di salah satu Universitas negri di Bandung.

Aku memaksa bapak tua yang duduk disampingku untuk membuka obrolam mengenai hukum dan ketatanegaraan di indonesia. Ya... untunglah beliau merespon ku dengan baik.

Dalam gerbong kereta tujuan Bandung itu, banyak hal baru yang aku dapatkan.


***

Bapak tua itu bernama Husein, rambutnya hitam dan tebal, matanya coklat, dan kulitnya putih bersih. Perjalananya menuju Bandung untuk memenuhi rasa rindu bersama keluarga tercinta. Tampak dari matanya sebuah kejujuran, ketulusan, bahkan kebahagian yang teramat sangat terpancar. Aku memulai ekspesiku dengan senyum yang olah-olah bahagia, ini untuk mengimbangi senyum pak Husein –sedikt memaksa sih...-.

Fikiranku selalu mengarahkan obrolah menuju pembahasan penjara. Menurutku ini menarik, sangat menarik, dan Pak Husein pun terperangkap dalam “penjara” yang aku maksud.

Benar saja yang kuduga, pengetahuannya mengenai hukum khususnya tempat “labuhan” terdakwa yang terbukti bersalah alias penjara, sangat diacungi jempol. Bahkan aku sempat curiga jika dia adalah petugas penjara. kecurigaan itu tak sempat aku tanya karena terlena dengan keseriusan penjelasan pak Husein.


***

“Sebuah kedudukan sosial justru lebih bermakna ketika semuanya terpisah. Bukankah kita lebih sering memaknai segala sesuatu ketika semuanya dibatasi atau bahkan pergi menghilang?” . Aku sempat berfikir sesaat tentang pernyataan Pak Husein tersebut.

Penjara tak selamanya harus digambarkan dengan aura heroic-nya. Di Indonesia, penjara masih dianggap tempat keji yang seolah-olah siapapun yang bermalam disana akan dikucilan dari masyarakat dimana tempat dia kembali jikalau bebas nanti.

Pak Husein begitu semangat menggambarkan kondisi penjara yang sama sekali tida pernah terfikir olehku. Bagaimana tidak, didalam lingkungan penjara, penghuni penjara diberi fasilitas seperti halnya tamu hotel. Mulai dari tempat tidur single bed, TV, Kulkas, Microwave dan beberapa fasilitas lainnya. Penghuni penjara dapat memilih menu makanan kesukaan sesuai dengan permintaan mereka, bahkan setiap orang yang bukan berasal dari negeri Bleanda dapat memesan makanan khas negara mereka masing-masing. Kesibukan para “tamu” hotel Pledeo ini setiap harinya di mulai dengan aktifitas olahraga; bermain bola, tenis meja, basket, dan fitnes. Intimidasi seperti layaknya penjara sama sekali tidak ada. Setiap penghuni tidak diharuskan bekerja untuk menghasilkan sebuah karya atau kerajinan tangan. Setiap bulannya pemerintah setempat mendatangkan dokter ke lingkungan penjara untuk dilakukan check-up kepada seluruh penghuni, dan itu artinya kesehatan mereka dijamin. Sama halnya dengan kesehatan, pemerintah setempat menyediakan pengacara gratis kepada setiap orang terpidana karena mereka berhak mendapat perlindungan hukum.

sumber: www.rnw.nl

Dimanakah penjara itu?

Tidak ada yang menyangka bahwa penjara yang dimaksud berada di Negeri Belanda. Waaw..! its Unbelievable, but it’s real.. Sampai saat ini, penjara Belanda akan mengurangi jumlahnya. Sekitar 4000 sel bahkan dalam kondisi kosong dan sejak setahun lalu empat rumah penjara ditutup. Penyebabnya adalah

karena tingkat kriminalisasi di Belanda semakin menurun dan atau ada beberapa aturan hukuman yang dialihkan.

Mengapa Belanda melakukan ini?

Setiap negara mempunyai aturan dan cara penegakan hulkum masing-masing. Belanda dikenal dengan negara yang sangan menghargai Hak Azasi Manusia. Bahkan dinegara ini melegalkan beberapa perlakuan yang mungkin tidak lazim bila diterapkan dibeberapa negara lainnya. Bukan berati karena alasan inilah

ruang pelanggaran hukum di Belanda semakin sempit. Tetapi menurutku, karena Belanda berusaha untuk memanusiakan manusia. Membuat sesorang mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Disamping itu banyak faktor yang menyebabkan kemanan dan ketentraman di Belanda, seperti halnya pendidikan dengan kualitas kelas satu, ekonomi belanda yang stabil, dan budaya masyarakat Belanda.

Itu menurut ku.

Tapi menurut cerita Pak Husein, berkurangnya jumlah terpidana, berdasarkan Fred Teeven (jurist), akibat perubahan hukum pada tahun 2001. Berdasarkan perubahan tersebut, hukuman pengganti, untuk kali pertama, dianggap setara dengan hukuman penjara. Menurut sistem reklasering Belanda, hukuman pengganti adalah "pekerjaan berguna tanpa bayaran" dan/atau pelatihan, dengan tujuan mengubah tabi'at.

Hingga tahun 2001, hukuman pengganti hanya diberikan atas permintaan terpidana. Hanya bagi terpidana pelanggaran ringan. Sekarang tidak ada batasan jenis kejahatan bagi hukuman pengganti. Hanya ada batasan, hukuman pengganti tidak boleh lebih dari 480 jam. Dan lama hukuman pengganti tidak boleh lebih dari setengah berat hukuman. Patokannya, 480 jam hukuman pengganti, dinilai setara dengan hukuman penjara delapan bulan. Ini benar-benar refomasi hukum yang luar biasa.

Bertambah sudah alasanku tertarik untuk menuntut ilmu di jurusan Hukum. Ini luar biasa. Jika kita bandingkan dengan kondisi penjara di Indonesia, tepatnya penjara Sukamiskin, Bandung, justru bagaikan langit dan bumi. Kesamaanya adalah penjara sukamiskin di rancang oleh arsitek kenamaan Belanda yaitu Prof C.P Wolff Schoemaker pada tahun 1918. Sekilas, mungkin penjara ini mirip dengan penjara Alcatraz, sebuah penjara di tengah Teluk San Fransisco, California, Amerika Serikat. Tetapi semakin lama semakin memburuk pula keadaan fasilitas dan sistem petugasnya.


Jakarta-Bandung benar-benar perjalanan yang menambah motivasiku untuk terus mengungkapkan kesungguhanku melakukan “investigasi” ilmu hukum. Empat jam tidak sia-sia. Dan itu artinya kereta telah sampai ditujuan. Aku mengucapkan terima kasih sembari senyum dan jabat tangan dengan Pak Husein. Sosok beliau luar biasa karena pengetahuan ilmu hukumnya.

Ketika perpisahan di gerbong kereta api, ku lihat Keluarga Pak Husen yang menghampiri dengan senyum rindunya yang sangat bahagia. Dari obrolan mereka, barulah ku tahu bahwa ternyata Pak Husen adalah residivis yang pernah di tahan di Belanda karena urusan Imigrasi yang tak kunjung dapat di selesaikan oleh Kedutaan Indonesia di Belanda, Sehingga pemerintah Belanda memutuskan Pak Husein tidak berhak untuk menikmati fasilitras Hotel Pledeo-nya lagi.


Aku ingat Pesan Pak Husein sebelum mengakhiri pembicaraan “penjara” kami.

“Menjadikan diri kita terjebak dalam kewajaran untuk dikenal, merupakan suatu proses kerelaan dan ketelanjuran yang tidak dipahami dan hanya dinikmati. ketahuilah bahwa keberhasilan yang tidak dimengerti prosesnya tidak akan bernilai dibandingkan kekalahan yang diengerti sebabnya. jika hari ini kita kalah, maka sebenarnya itu kemenangan untuk sebuah perjalanan proses kewajaran untuk menjadi dikenal. Dan jika menang, maka ketahuilah sesungguhnya kita belum mengenal diri kita sesungguhnya”

Senyumku membuat sugesti semangat dalam diriku, pernyataan itu benar-benar membuat fokus ber-investigation hukum semakin besar. Terbayang olehku untuk dapat mengunjungi Hotel Pledeo bintang lima di Belanda. Sambil tertawa geli, aku berbisik “ Ik was er gevangen...” yang artinya "penjarakan aku disana..!"hehe...